Pages

Nov 20, 2014

Ocean Melody, Tentang Cerita di Atas Ombak – Book Review


Sejujurnya, saya malu. Lahir dan besar di Indonesia yang katanya “surganya surfing” tapi saya nggak bisa surfing, bahkan nggak pernah mencoba belajar. Alasannya? Takut. Saya seperti kebanyakan orang Indonesia yang takut sama laut, walaupun hidupnya dikelilingi laut dan waktu kecil pun hampir tiap minggu main ke pantai di Lampung. Makanya pas baca buku Ocean Melody, saya kagum banget sama Al (biar serasa akrab sama Gemala Hanafiah, nama panjangnya). Ni cewek berani banget sama ombak, jadi surfer profesional pula! “Cewek”nya perlu saya sebutkan karena surfer cewek yang saya lihat biasanya di film-film Hollywood doang. Mungkin karena saya kurang main ke laut yang banyak surfer-nya, ya.

Baca Ocean Melody di pantai. Pas banget!



Baca buku Ocean Melody – Tentang Cerita di Atas Ombak yang diterbitkan Gagas Media ini merupakan pengalaman seru bagi saya. Di buku ini, Al menceritakan proses dia belajar surfing dari awal sampai beberapa kali memenangkan kompetisi bertaraf internasional atau regional, yang kesannya penuh suka cita walaupun sebenarnya banyak dukanya juga. Dari belum bisa berdiri di papan selancar di Batukaras dan otot lengannya sakit-sakit karena banyak paddling, sampai jadi pembawa acara jalan-jalan dan harus surfing di depan kamera televisi, digaji jadi rider pula.

Bukan suatu hal baru bahwa ombak di laut Indonesia masih didominasi oleh surfers luar negeri. Saya pun pernah main-main ke Tanjung Setia di Lampung, yang ternyata seperti ‘surf camp’, dan waktu itu cuma saya dan Mumun tamu Indonesia di sana, dan kami nggak surfing. Tamu-tamu lainnya, surfers dari Amerika, Jepang, bahkan Afrika Selatan, yang datang ke Indonesia (bahkan ada yang khusus ke Tanjung Setia) hanya untuk surfing! Di Ocean Melody, Al pun cukup sering menceritakan kejadian-kejadian lucu yang berhubungan dengan hal itu. Surfing di Lhoknga (Aceh), Mentawai, Pacitan, Lombok, hingga Sumbawa, Al sering menjadi minoritas dalam hal kebangsaan di antara para surfers, walaupun awalnya sering dikira orang luar juga. Dari yang dimaklumi kalau pakai bikini saja, sampai dipanggil ‘mister’. Saya sendiri sempat tertipu wajah Al waktu pertama kali ketemu di suatu acara di Jakarta. Karena waktu itu saya belum tahu dialah yang namanya Gemala Hanafiah, saya kira dia memang blasteran barat, tapi pas ngomong kok Bahasa Indonesia-nya lancar amat, pakai elu-gue segala! Nggak tahunya dia Indonesia asli!

Di Ocean Melody, Al juga menjelaskan banyak istilah surfing, seperti paddle, ombak kanan/kiri, grom, dan bagian-bagian papan selancar. Menurut saya ini penting karena kebanyakan pembaca buku Indonesia pasti nggak mengerti istilah-istilah ini. Selain itu, lumayan juga untuk lebih mengakrabkan kita dengan dunia surfing. Meskipun beberapa penjelasannya tetap bikin saya bingung (mungkin sayanya aja yang lemot atau udah ngantuk pas baca), secara keseluruhan, sih, ngertilah. Kehadiran beberapa ilustrasi cukup membantu penjelasannya. Salah satunya, ilustrasi yang menjelaskan nama bagian-bagian papan selancar.

Ilustrasi favorit saya di buku Ocean Melody. 


Karena Al lulusan Desain Komunikasi Visual (tos dulu!), nggak heran bahwa ilustrasi di dalam buku ini dia sendiri yang menggambar. Saya sih pengennya lebih banyak lagi ilustrasinya, soalnya gambarnya lucu. Sedangkan foto-foto yang ada membuat buku ini lebih menarik dan jadi lebih terbayang suasana yang dijelaskan walaupun dalam cetakan hitam putih. Beberapa foto, bagi mata awam saya ini, terlihat seperti pengulangan karena ombaknya mirip-mirip, gerakan surfing-nya juga mirip-mirip. Tapi entah ya, kalau surfer yang baca buku ini, mungkin mereka lebih mengerti perbedaan antar foto-foto itu.

Dengan menceritakan pengalaman-pengalamannya berselancar, yang kebanyakan di laut Indonesia, ada tiga hal utama yang sepertinya ingin Al sampaikan di buku ini. Pertama, bahwa laut bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Ada cara-cara untuk bisa berkawan dengan laut, misalnya dengan belajar surfig yang benar, jujur dengan kemampuan diri sendiri, dan nggak sompral. Kedua, bahwa kita bisa mencapai mimpi dengan usaha yang serius dan keinginan yang kuat, serta nggak takut untuk menghadapi tantangan supaya kemampuan pun meningkat. Ketiga, bahwa Indonesia beruntung banget punya banyak pantai keren dengan ombak yang menggoda-goda untuk ngajak main.

Walaupun saya nggak surfing, dan sampai sekarang terus terang belum berniat untuk belajar, saya menikmati membaca buku Ocean Melody. Sedikit-sedikit typo dan tata bahasa yang kurang tepat nggak sampai menggangu amat buat saya. Bagi saya, Al menceritakan banyak hal baru dan mengingatkan banyak hal di buku ini, bukan cuma seputar surfing, tapi juga tentang kondisi pariwisata Indonesia, mencapai mimpi, dan yang terpenting adalah menikmati hidup!

Surfer lagi latihan di Batukaras pagi buta. Foto oleh @diyantouchable



Cerita-cerita lainnya Al bisa dibaca di blog pribadinya: Gemala Hanafiah.

No comments:

Post a Comment