Pages

Jun 29, 2022

LIBURAN PERTAMA SEJAK PANDEMI: KE BALI


Bali itu menyenangkan, walau bukan destinasi yang saya gila-gilai. Tapi ketika Diyan ngajak saya nyusul dia ke sana setelah proyek video mappingnya selesai, saya semangat juga untuk pergi karena sudah lama banget nggak liburan keluar kota! Malah, saya packing sejak H-seminggu! 

 

Kalau biasanya Diyan bikin itinerary, kali ini kami hanya merencanakan ke beberapa tempat, lalu sisanya improvisasi. Kenyataannya, liburan kami cukup banyak diselingi pekerjaan. Beberapa rencana non-ambisius terpaksa batal karena tiba-tiba harus buka laptop, kirim email, revisi script, nulis caption, dan kadang ketiduran. 

 

Oke, ini dia tempat-tempat yang kami datangi dan inapi selama 7 hari di Bali: 


 

Nostimo Greek Grill, Petitenget (IG: @nostimobali)

 

Halu akan Yunaninya nggak abis-abis, sampe di Bali pun kami makan di restoran Yunani. Lebih tepatnya karena restoran ini milik teman sekolahnya Diyan yang menikah dengan orang Yunani, dan sudah dari dulu kami ingin ke sana. Makanannya enak, mirip dengan makanan di Yunani yang dulu kami coba. Interiornya pun Yunani banget. 

 

Tips: Kalau hari lagi nggak panas, coba deh duduk di rooftop. Interiornya gemes dan bisa melihat pemandangan hijau.






 

Pantai Batu Belig

 

Kami di sini hanya untuk menikmati sunset (yang ternyata lagi nggak bagus). Tapi saya cukup puas dengan pantainya yang luaaaas dan tanpa karang. Enak buat jalan-jalan dan main ombak tipis-tipis. 

 

Tips: Kalau ke sini naik mobil, parkirnya di lahan parkir di dekatnya. Kalau mau jajan, ada kafe-kafe di tepi pantai. 




 

Kafe Okuta, Kintamani (IG: @okutabali)

 

Kami tahu tentang Okuta dari Instagram, entah akun siapa. Desainnya unik, sekilas bentuk pilar-pilar organiknya mengingatkan saya pada Sagrada Familia karya Gaudi, padahal saya sendiri belum pernah ke Spanyol. Lokasinya di pinggir kaldera Gunung Batur, dengan pemandangan Gunung dan Danau Batur. Kami ke sana untuk sarapan di hari Jumat dan pengunjungnya hanya kami berdua. Udaranya sejuk, tapi belum perlu amat pakai jaket. 

 

Makanannya? Enak. Saya nggak bisa menjelaskan detail rasanya seperti apa. Yang jelas, menu sarapan saya unik sekali: Okuta Super Brekkie, yang terdiri dari jamur enoki goreng crispy, sosis, scrambled egg, ayam katsu, dan sumsum tulang bumbu pesto. Di mana lagi coba ada sarapan pake sumsum tulang? Dipesto pula! Aneh sih, sebenernya. Anyway, porsinya besar, dan kami nggak sanggup menghabiskannya. Biar nggak mubazir, sebagian kami bungkus untuk makan di hotel! 

 

Tips: kalau nggak mau ramai, datanglah di hari kerja. 




 



 

Olympus Coffee Bali, Kintamani (IG: @olympuscoffeebali)

 

Ini salah satu tempat improvisasi karena setelah keluar dari Okuta Diyan ditelepon rekan kerjanya dan harus buka laptop saat itu juga. Ya sudah, saya pun sekaligus buka laptop juga di kafe yang nggak jauh dari Okuta ini. Dan karena cukup lama di sana, sekalian saja kami pesan makan siang yang kepagian. Pasta aglio olio dan tom yum, rasanya oke-oke aja. 

 

Tempatnya tidak unik seperti Okuta, standar kafe masa kini. Kelebihannya, Olympus lebih luas dan punya meja-meja outdoor dengan pemandangan Gunung dan Danau Batur. Lucunya, kenapa namanya Olympus ya? Lagi-lagi bertema Yunani. 

 

Nggak ada tips apa-apa. Cuma mungkin kamu mau iseng perhatiin font nama kafenya :P






 

Titik Dua, Ubud (IG: @titikduaubud)

 

Turun dari Kintamani, kami menuju Ubud, tepatnya ke hotel Titik Dua. Andai kami tahu tentang hotel ini jauh-jauh hari, mungkin kami menginap di sana semalam. Tapi karena terlanjur booking penginapan di Kuta, kami ke Titik Dua hanya untuk melihat bangunannya, melihat pameran lukisan di galerinya, dan ngemil di restorannya. 

 

Hotel ini dirancang oleh arsitek tersohor Andra Matin. Bentuk bangunannya khas beliau, rada-rada brutalis dan selera jamaah Instagram banget deh. Keunikannya cukup kamu lihat di Instagramnya atau websitenyasaja, karena saya pun agak bingung menjelaskannya. Kami nggak sempat melihat kamarnya karena okupansi lagi tinggi, tapi tempat makannya di halaman belakang pinggir kolam sangatlah nyaman. Apalagi saya duduk di kursi goyang impian, duh, rasanya malas beranjak. 

 

Tips: Tanpa menginap di sini pun kamu boleh berenang di kolamnya, asalkan memesan makanan/minuman dari restorannya, tanpa minimum order. Coba juga escargotnya, enak sekali!







Campuhan Ridge, Ubud


Sudah lama banget saya penasaran dengan Campuhan Ridge. Maka kami sempatkan jalan di sana sore hari, yang sebenernya terlalu sore. Ternyata, jarak total jalur trekking ini hanya sekitar 1,1 km! Agak tertipu sih rasanya karena saya kira jauh lebih panjang. Tapi ya senang aja sih, soalnya memang menyenangkan dan akhirnya nggak penasaran lagi.


Tips: medannya sangat mudah, udah 'paved'. Pake sendal pun oke. Bolehlah siapin losion anti nyamuk, apalagi kalau jalan di sana sore hari menuju malam. 





 

Hotel Fairfield by Marriott Bali Kuta Sunset Road (IG: @fairfieldbalikuta)

 

Dua malam kami menginap di hotel ini berkat voucher yang saya dapat dari bos. Lumayan banget dong untuk menghemat! Hotel ini entah bintang 3 atau 4. Lobinya semi outdoorcommon area-nya juga banyak yang ruang terbuka. Desainnya secara keseluruhan tidak terlalu berkarakter, tapi yang penting kamarnya nyaman, fasilitas lengkap (untuk kelasnya), dan kalau diperhatikan ada detail-detail desain yang menarik. Misalnya, elemen garis-garis di lobi yang selalu ada garis yang miring atau melengkung, dan lampu Kelopak favorit saya dari Ong Cen Kuang Designs di lobi. 

 

Di hari terakhir sebelum check out, saya sempatkan untuk berenang di kolam karena, selain saya senang mencoba kolam tiap menginap di hotel, juga kolamnya cukup panjang sehingga terasa olahraganya, bukan untuk kum-kum doang. 





 

Pantai Nyang Nyang, Uluwatu

 

Dua malam berikutnya kami menginap di Jimbaran karena memang berniat main ke pantai-pantai sekitar sana. Pantai pertama adalah Nyang Nyang, kami datang menjelang sunset. Ciri dari pantai ini adalah, di atas tebingnya terdapat pesawat, yang entah kenapa parkir di sana. Sedangkan pantainya berpasir putih dan banyak dikunjungi peselancar karena ombaknya yang lumayan. 

 

Jalan menuju pantai cukup curam, tapi banyak orang yang berani turun dengan motornya. Saya sendiri khawatir, maka saya minta Diyan untuk parkir di pertengahan turunan lalu kami jalan kaki ke bawah (lumayan kerasa juga di lutut agak ngilu saking curamnya!). Seperti kebanyakan pantai di Uluwatu, Nyang Nyang juga nggak begitu luas dan dibatasi tebing-tebing tinggi. Agak berbatu karang, tapi laut bagian dangkalnya masih bisa untuk berenang dan main ombak dengan aman. Pengunjungnya campuran antara peselancar, turis luar dan domestik. 

 

Tips: bawa sepatu karang, deh. 







 

Pantai Green Bowl, Ungasan

 

Dibandingkan dengan Nyang Nyang, pasir Green Bowl lebih putih dan areanya lebih sempit lagi. Kami ke sana sekitar jam 8 pagi. Pengunjungnya campur antara peselancar dan turis-turis santai. Saking santainya, ada seorang perempuan yang ke pantai sendirian, kegiatannya hanya berswafoto dengan ponsel yang didudukkan di tripod, tidak menyentuh air laut sama sekali, tidak juga tanning. Saya heran dengan kelakuannya, tapi, yah, memang kesenangan orang berbeda-beda. 

 

Di Green Bowl ada beberapa penjaja gelang dan kelapa muda yang setengah memaksa kita untuk membeli. Kalau dulu saya bisa cuek nggak mau beli apa-apa kalau saya memang nggak ingin. Kali ini, terbersit rasa kasihan karena pendapatan warga Bali yang terpuruk akibat pandemi. Tapi setelah tiga penjaja saya beli dagangannya, cukup sudah. Lama-lama uang saya habis dong untuk hal-hal yang memang sama sekali nggak saya perlukan. (Dan ternyata gelang yang saya beli seharga Rp20.000 mudah sekali copotnya. Dan kalau beli pada penjaja di parkiran, harganya Cuma Rp10.000!).

 

Trivia: nama lain pantainya adalah Bali Cliff karena di jalan menuju pantai ini terdapat Bali Cliff Resort yang sekarang udah tutup







 

Pantai Suluban, Uluwatu

 

Ini termasuk kunjungan yang tetoooottt, gagal! Kami ke Suluban menjelang sunset di hari Minggu. Walhasil, suasananya seperti cendol! Ramai bener! 

 

Walaupun begitu, nggak nyesel amat kok, karena saya janjian ketemu teman lama di sana. Dia dan keluarganya sudah jadi orang Bali sekitar 17 tahun! Dan catching up sambil lihat sunset dan ngemil kentang goreng tentunya menyenangkan. 

 

Tips: kalau kata teman sih, ke sini pagi hari aja, masih sepi.


 



 

Cici Claypot, Denpasar (IG: @ciciclaypot)

 

Ini warung claypot yang baru buka beberapa bulan di Bali setelah sebelumnya udah ada di Bandung dan Medan. Nggak mungkin saya nggak ke sini karena pemiliknya adalah teman gosip dan curhat saya, si Shasya. Lokasinya di kawasan Heritage Denpasar Utara, jadi selain bersantap di situ juga sepertinya asyik untuk jalan kaki di seputaran area tersebut. 

 

Sayangnya saya nggak sempat ngider-ngider di situ karena keburu ada janji ketemu orang di Uluwatu. Tapi sempat dong makan semangkok Misoa Siram Dori yang merupakan menu special Cici Claypot cabang Bali! Walaupun hari lagi panas, makan misoa panas blublublublub langsung dari claypotnya tetep lezat! 

 

Tips: warungnya nggak gede, jadi kalau mau lebih leluasa dating di jam-jam yang bukan jam makan banget. Misal jam 3-5 sore. 




 

Poedja Villa, Jimbaran (IG: @poedja_villa)

 

Selama di Jimbaran kami menginap di sini. Penginapan ini berisi sekitar 10 kamar berupa bungalow kecil dengan desain seperti berugak (rumah Lombok). Di tengah-tengah ada kolam renang yang walaupun kecil terjaga bersih dan tentunya sempat saya renangi siang dan malam. (Pantesan abis itu pilek.)

 

Pemiliknya, Pak Poedja, tinggal di kavling sebelah bersama keluarganya. Penginapan ini tidak menyediakan makanan, tapi lokasinya dekat dari keramaian, jadi nggak sulit cari makan di sana. Tiap kamar ber-AC, ada kamar mandi dengan shower air panas/dingin, handuk disediakan tapi peralatan mandi lainnya mesti bawa sendiri. Kamarnya nyaman, baik untuk tidur maupun bekerja dengan laptop seperti yang lagi-lagi kami lakukan. Oh ya, walaupun cukup sederhana, wifi di sana oke, kok. Untuk dua malam, kami bayar Rp500.000.

 

Tips: sarapan di Pasar Alas Kusuma, dijamin bingung milih apa saking banyaknya jajanan enak!





Boni, si manis yang suka nimbrung sama tamu-tamu villa.


 

Pura Besakih, Desa Besakih

 

Saya baru tahu bahwa Pura Besakih adalah pura terpenting bagi masyarakat Hindu di Bali. Pura ini letaknya di Kabupaten Karangasem, di bagian agak timur dan utara Pulau Bali. Jauh dari Denpasar, apalagi Jimbaran, dan kira-kira satu jam naik mobil dari Ubud. 

 

Saat itu sedang ada perbaikan jalan di depan pura, membuat kami agak bingung masuknya lewat mana. Ditambah lagi, para penjaja kain mendekati kami dan setengah memaksa untuk menyewa kain mereka, karena memasuki pura tidak boleh pakai celana pendek. Lucunya, saya sedang memakai celana legging semata kaki, jadi, kenapa ditawari juga ya? 

 

Puranya sendiri, memang bagus, tertata rapi, dan kompleksnya besar. Pemandangan dari atas pun indah, udaranya sejuk. 

 

Tips: Kain dipinjamkan petugas pura saat kita beli tiket masuk di loket. Jangan mau diintimidasi untuk sewa atau beli kain. Jasa pemandu pun hanya sewa kalau kamu mau, karena tidak ada keharusan keliling pura dengan pemandu. Dan, kalau dipakaikan bunga di telinga sebagai sambutan, jangan mau, karena ternyata nanti kamu ditagih bayaran seikhlasnya. 





 

Renaissance Bali Nusa Dua Resort 

 

Kami menginap di sini karena saya bertugas meliput hotelnya. Tapi secara pribadi saya memang menyukai hotel berbintang lima ini. Suasana dan fasilitasnya sangat cocok untuk liburan keluarga, pasangan, maupun dengan teman-teman. Desain interiornya digarap oleh suatu biro desain dari Bangkok. Walaupun mereka mengambil intisari dari budaya Bali, tapi bagi saya tetap terasa nuansa Indochinanya dengan sentuhan modern. 

 

Fitur yang paling berkesan bagi saya adalah Main Pool dengan Jacuzzinya. Kolam ini enak dipandang, dikelilingi pemandangan bagus, dan enak direnangi. Desain kamar tidurnya masih senada dengan lobi, dan yang lucu adalah bathtub besar yang hanya dipisahkan dengan gorden dari area tempat tidur. Asyik juga mungkin ya, berendam sambal nonton TV? Atau malah masuk angin?

 

Tips: Menginap di sini sebaiknya sudah siap untuk pesan makanan di hotel atau bawa bekal cemilan sekalian karena hotel ini jauh dari keramaian apalagi tempat jajan. 

 



Kiri: hidangan tea time di pinggir kolam renang. Kanan: makanan di resto Backstage.

Bathtub besar yang hanya dibatasi 'gorden' dari kamar tidur.



Pantai Nusa Dua


Sebelum sarapan dan check out dari Renaissance, kami sempatkan untuk jalan pagi di area Nusa Dua, lalu duduk-duduk sebentar di Pantai Nusa Dua. Kalau mau jalan ke pantai mungkin sekitar setengah jam dari hotel. Tapi kami naik mobil saja karena waktu nggak banyak lagi. 






 

Sekian liburan 7 hari di Bali yang nggak sepenuhnya liburan. Saya senang karena kami nggak ambisius, tetap mengalami hal-hal menyenangkan, apalagi sudah lama nggak jalan-jalan berdua selama beberapa hari. Bali memang bukan destinasi yang saya cari-cari, tapi tiap ke sana selalu menyenangkan dan ada saja hal baru. 

2 comments:

  1. Aduh bathtub-nya manggil-manggil

    ReplyDelete
    Replies
    1. yoi tapi ngisinya harus agak lama tuh soalnya guedeee bener :))

      Delete