Tulisan ini bagian
dari artikel yang saya tulis untuk Majalah
Panorama versi cetak di tahun 2014, versi sebelum diedit. Perjalanannya saya
lakukan di bulan November 2013.
![]() |
Diyan berusaha membaca judul buku-buku ini tapi nggak bisa, karena belum belajar baca aksara Myanmar. |
“Kok mereka pakai sarung, ya?” ucap saya, setengah bertanya
pada Diyan, suami saya. Sama bingungnya, Diyan hanya diam dan terlihat seperti
berpikir.
Pemandangan unik yang saya perhatikan sejak mendarat di Yangon International Airport,
Myanmar, adalah banyaknya pria yang mengenakan sarung dengan atasan kemeja.
Lalu, saat mengantre di depan meja imigrasi, pandangan saya menangkap banyak
wanita yang juga mengenakan sarung atau rok panjang. Mereka terlihat anggun
dengan kain yang bermotif bunga-bunga, tribal seperti ikat, atau polos beraneka
warna. Sempat saya berpikir, bahwa hari itu hari Jumat dan para pria hendak
pergi shalat Jumat ke masjid. Tapi, tunggu dulu! Itu ‘kan hari Sabtu, dan
setahu saya, penduduk Myanmar kebanyakan beragama Budha!