Feb 26, 2017

Menyusuri Farmers Market di Antara Gedung-gedung Thessaloniki

“Kita berhenti di mana ya?” tanya saya pada Diyan sambil celingak-celinguk ke luar bus kota. Diyan yang juga tampak bingung memerhatikan jalanan kota Thessaloniki, nggak menjawab. “Tadi ada banyak toko dan kafe berderet gitu, aku mau ke situ,” ungkap saya lagi, mengingat-ingat jalan yang kami lalui beberapa jam lalu, saat baru memasuki kota kedua terbesar di Yunani ini. Kartu SIM yang waktu itu kami gunakan, entah kenapa, nggak bekerja fungsi data internetnya, sehingga penggunaan internet hanya bergantung pada koneksi wifi gratisan, jadi nggak bisa cek Google Maps di jalan.

Putus asa mencari lokasi yang saya maksud, beberapa puluh menit kemudian kami memutuskan untuk turun di halte sembarang saja. Berjalan mengikuti perasaan, belok kanan belok kiri semaunya, tahu-tahu kami memasuki jalan kecil yang dipenuhi kios. Berwarna-warni tenda berderet di jalan khusus pejalan kaki yang diapit gedung-gedung bertingkat ini. “Wow, pasar!” seru saya. Farmers’ market, lebih tepatnya lagi. Tempat para petani menjual hasil dari ladangnya.



Berwadah-wadah besar buah zaitun, tomat, apel, stroberi, serta sayuran, paprika, bawang bombay, kacang-kacangan, dan banyak lainnya dijajakan di sana. Ada pula truk telur ayam menyempil di deretan kios. Eh, ada yang jual pisang juga, lho! Padahal bukannya pisang itu tanaman tropis, ya?

Para pedagang menjajakan dagangannya dengan seruan yang bersemangat. Miriplah dengan pasar di Indonesia, cuma bedanya pedagang-pedagang ini rata-rata berbadan besar, bersuara lebih menggelegar dengan bahasa Yunani yang intonasinya kadang seperti marah padahal sepertinya nggak.
Jadi, kadang saya agak kaget juga mendengar teriakan mereka.

“China? Malaysia?” tanya seorang pria pedagang pada saya ketika saya melihat-lihat paprika di kiosnya. “No, Indonesia,” jawab saya, penasaran bagaimana reaksinya kemudian. “Oh, Indonesia! Moslem!” katanya. Ha ha ha ha… Itu sungguh bukan reaksi yang saya harapkan. Karena saya nggak pernah menganggap Indonesia ini negara Islam, saya jadi suka lupa bahwa penduduk Indonesia memang dominan beragama Islam, sehingga orang luar sering mengaitkan Indonesia dengan agama Islam. “Ooh..” kata seorang pedagang lainnya, sambil memperlihatkan gestur ketakutan. Wah, sebegitu mengerikannya, ya, kesan agama Islam di sana?

Saya terus berjalan menyusuri pasar, yang saya nggak tahu permanen atau termasuk pasar kaget ini. Berbeda dengan pasar tradisional yang sering saya masuki di Indonesia, pasar ini nggak bau. Mungkin karena di sana udaranya lebih kering, jadi sampah organik nggak cepat membusuk, entahlah. Yang jelas, sampah pun nggak terlihat berserakan di mana-mana.

Ketika saya minta izin seorang pedagang untuk memotret cherry di kiosnya, ia malah minta ikut difoto juga. Senyumnya mengembang saat saya membidik dengan kamera, dan pada bidikan berikutnya ia mengajak temannya untuk difoto bareng. Melihat saya yang sangat ‘turis’ ini, ia pun bertanya dari mana saya berasal. “Indonesia,” jawab saya. “Oh, Indonesia. Far away!” begitu kira-kira responsnya, nggak pakai bergidik takut.

Tiba di suatu perempatan, kami harus memilih untuk terus ke bagian pasar lainnya, atau belok dan menemukan entah apa lagi. Merasa sudah puas melihat isi pasar dalam suasana riuh, kami memutuskan untuk belok dan melihat entah apa lagi. Pencarian kami akan deretan toko dan kafe pun berlanjut… 









*Tulisan ini masih bagian dari 28 Days Blogging Challenge. Temanya kali ini “pasar tradisional”. Berhubung semua cerita pasar tradisional saya yang di Indonesia sudah dituliskan di indohoy.com, maka di sini saya ambil cerita dari trip Yunani.

8 comments:

  1. Gw nganga lihat foto daun bawang (hampir) setinggi pohon pisang!

    Iya, ini pasarnya rapi banget sih. Beda banget sama pasar di Indonesia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha... orang-orangnya besar, daun bawangnya juga besar :))

      Delete
  2. Mas tukang jualan yang paling bawah itu, matanya teduh.
    Kaya pohon.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi.. kalo kamu di sana pasti borong dagangan dia gara2 matanya..

      Delete
  3. waw, daun bawang dan cabenya gede banget berbeda dengan ukuran biasa..he

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. kak, mau tanya kalau ke yunani bulan november akhir sampai desember bagus ga ya? katanya musim hujan :( oiya lalu thessaloniki sama athens bagusan mana? Awalnya saya ingin stay di athens karena dekat dengan airport dan banyak tempat turist juga, tapi katanya riots banyaknya terjadi di athens ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah maaf, saya baru baca pertanyaan mbak dhiya.
      saya nggak cukup lama di thessaloniki, jadi sulit mau bandinginnya dengan athens. tapi kayaknya athens lebih banyak atraksi karena lebih besar dan ibukota negara.
      jadi, mbak sudah jadi ke sana? bagaimana kesannya?

      Delete