Feb 16, 2017

Ikut Walking Tour, Yuk!

Lebih cepat, lebih baik. Makin modern zaman, jargon ini makin laku. Ya jasa pengiriman barang, ya koneksi internet, sampai makanan, yang menjanjikan kecepatan lebih akan makin laris. Saya pun termasuk orang yang suka apa-apa lebih cepat, termasuk cepat lapar (eh), karena dengan cepat saya jadi bisa melakukan hal lebih banyak. Tapi ada satu hal yang saya sadari bahwa lebih cepat nggak berarti lebih baik, yaitu mengenal suatu kota. Daripada ngebut naik mobil, saya merasa bisa lebih detail memerhatikan kota dengan berjalan kaki.

Walking tour, bisa blusukan ke mana-mana


Adalah Gelar, trip and cultural event organizer, yang pertama kali mengenalkan walking tour kepada saya. Waktu itu hari Sincia di tahun 2014, saya dan Mumun diajak ikut walking tour mereka di area Glodok. Nara sumbernya seorang warga Glodok (yang saya lupa namanya), berestafet dengan sejarahwan JJ Rizal. Seru sekali cerita mereka, suka duka seputar kehidupan masyarakat Glodok dan perkembangan kawasan tersebut. Banyak tempat di sana yang mungkin tak akan pernah saya ketahui keberadaannya, apalagi sejarahnya, jika bukan karena ikut berjalan kaki sambil mendengarkan cerita mereka. Salah satunya tentang rumah Candra Naya, yang dulu didiami oleh Kapiten Khouw Kim An, hingga kini bertahan sendiri di tengah-tengah gedung modern.

Rumah Candra Naya

JJ Rizal sedang menjelaskan sejarah Glodok pada para peserta


Walking tour bersama Jakarta GoodGuide juga menyenangkan. Dua rute mereka yang pernah saya ikuti adalah Pasar Baru dan Blok M. Bersama para peserta dan panitia workshop TravelNBlog, saya menyimak cerita Farid sang pemandu tentang sejarah Pasar Baru, termasuk Gereja Ayam dan Gedung Filateli. Karena turnya jalan kaki cukup santai, saya pun sempat mencoba beberapa macam jajanan yang berlimpah di sana. Sedangkan rute Blok M saya tertarik ikut karena tumben ada walking tour yang lokasinya nggak terlalu jelas bersejarah. Maksudnya, Blok M kan lebih dikenal sebagai pusat pergaulan dan perbelanjaan (terutama di tahun 1980’an, kali ya..). Saya cukup terkejut, bahwa ternyata ada museum Polri di Jalan Trunojoyo. Dan dalam tur itu pula saya pertama kali masuk ke supermarket Papaya yang menjual macam-macam makanan Jepang, dan langsung ingin sering ke sana rasanya!

Koleksi motor polisi di museum Polri

Banyak juga yang antusias mengetahui sejarah di rute Blok M



Pernah juga saya ikut walking tour yang dipandu oleh komunitas Love Our Heritage (LOH). Rute dimulai dari Museum Taman Prasasti – saya baru tahu waktu itu ternyata di situ hanya kumpulan nisan, bukan kuburan betulan – hingga ke Istana Merdeka. Waktu itu Presiden SBY baru datang ke istana, sehingga kami pun beramai-ramai berfoto dengannya, beserta rombongan tur lainnya. Walaupun saya bukan penggemarnya, lucu juga rasanya berfoto dengan presidan, apalagi murni karena kebetulan begitu.

Foto bersama SBY dan es krim Tropik

Museum Taman Prasasti


Walking tour di luar Jakarta juga pernah saya rasakan, yaitu saat saya dan teman-teman mengadakan TravelnBlog diMakassar. Daeng Ipul, blogger Makassar yang banyak membantu kami waktu itu, menjadi pemandu tur di Benteng Somba Opu dan Fort Rotterdam. Tur jalan kaki kali ini bercampur dengan naik mobil karena jarak situs yang lumayan berjauhan. Hal yang paling saya ingat dari tur ini adalah betapa panjang nama asli dari Sultan Hasanuddin. Mau tahu siapa? 

Tunggu, saya ambil contekan. 

Oke, ini dia nama aslinya:
I Mallombassi Daeng Mattawang Muhammad Baqir Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin. 

Sekian.

Panitia dan peserta TravelNBlog 5

Meratapi tembok bersama-sama



Tips ikut walking tour:
  • Pakai alas kaki yang nyaman dan sehat untuk kaki karena kamu akan berjalan kaki berjam-jam.
  • Untuk yang punya kaki datar (flat feet) seperti saya, biasanya berdiri 15 menit saja untuk mendengarkan penjelasan pemandu rasanya menyiksa kaki. Bawalah bangku lipat untuk duduk karena belum tentu ada tempat duduk tersedia.
  • Bawa minuman dan cemilan sendiri.
  • Bawa payung atau topi untuk cuaca panas maupun hujan.
  • Sebagian walking tour nggak menetapkan bayaran untuk pemandu, tapi sediakanlah uang untuk tip mereka karena sesungguhnya pengetahuan yang mereka bagikan itu mahal. Saya biasanya memberi Rp50.000-100.000, tapi tergantung kemampuan dan keikhlasan masing-masing.


Pakai outfit yang nyaman, apalagi sarana untuk pejalan kaki di Indonesia belum ideal

Hujan maupun panas, tak masalah ikut walking tour, asal ada payung




*Tema walking tour kali ini dipersembahkan oleh 28 Days Blogging Challenge.

2 comments:

  1. Betul, dalam walking tour, sepatu atau sandal yang nyaman itu penting, juga payung :)

    ReplyDelete